JAKARTA - Kementerian Perdagangan mencatat kenaikan harga referensi (HR) untuk komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada periode November 2025.
Peningkatan ini terutama dipengaruhi rencana penerapan biodiesel 50 persen (B50) yang menambah permintaan domestik dan internasional. Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Tommy Andana, menyebut HR CPO ditetapkan sebesar 963,75 dolar AS per metrik ton, naik tipis 0,14 dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya.
Selain B50, peningkatan harga juga didorong ekspektasi permintaan dari Malaysia dan tren kenaikan harga minyak nabati lain, termasuk minyak kedelai.
Pemerintah juga menetapkan besaran bea keluar (BK) CPO sebesar 124 dolar AS per MT serta pungutan ekspor (PE) sebesar 10 persen dari HR CPO, yakni 96,37 dolar AS per MT.
Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan keseimbangan pasokan CPO di dalam negeri. Dengan demikian, meskipun kenaikan HR relatif tipis, langkah ini menunjukkan respons pemerintah terhadap dinamika pasar global dan domestik yang kian kompetitif.
Selain itu, rencana implementasi B50 diproyeksikan memberi efek ganda, yakni mendukung target energi terbarukan dan sekaligus meningkatkan permintaan industri CPO. Program ini membuka peluang bagi produsen untuk memperluas produksi, sekaligus memacu penyerapan bahan baku lokal.
Seiring dengan itu, pemerintah melakukan monitoring rutin terhadap harga pasar, sehingga kebijakan BK dan PE dapat menyesuaikan fluktuasi pasar secara tepat.
Metode Perhitungan HR CPO
HR CPO ditetapkan berdasarkan rata-rata harga dari tiga sumber utama: Bursa CPO Indonesia, Bursa CPO Malaysia, dan harga port Rotterdam. Untuk periode ini, rata-rata harga tercatat 887,73 dolar AS per MT di Indonesia, 1.039,76 dolar AS per MT di Malaysia, dan 1.247,67 dolar AS per MT di Rotterdam.
Sesuai peraturan perdagangan, bila perbedaan harga rata-rata antara ketiga sumber lebih dari 40 dolar AS, perhitungan HR menggunakan dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.
Dengan perhitungan tersebut, HR CPO periode November 2025 ditetapkan sebesar 963,75 dolar AS per MT, berasal dari Bursa CPO Indonesia dan Bursa CPO Malaysia.
Langkah ini memastikan harga referensi mencerminkan kondisi pasar regional dan global, sekaligus memberikan kepastian bagi pelaku industri dan eksportir. Penetapan harga yang transparan ini mendukung keberlanjutan bisnis CPO dan memperkuat posisi Indonesia dalam pasar internasional.
Selain itu, pemerintah menegaskan penerapan BK untuk produk minyak goreng kemasan (RBD palm olein) dengan berat netto ≤ 25 kg sebesar 31 dolar AS per MT. Kebijakan ini diatur dalam daftar resmi Kepmendag, sehingga memberikan pedoman jelas bagi produsen, eksportir, dan importir.
Dengan penetapan tersebut, diharapkan harga di pasar domestik tetap stabil dan kompetitif, sambil memastikan keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan dalam negeri.
Dampak terhadap Industri dan Konsumen
Kenaikan HR CPO yang tipis memberikan dampak positif bagi pelaku industri, termasuk produsen biodiesel dan pengolah minyak nabati.
Penerapan B50 mendorong industri CPO untuk meningkatkan produksi dan efisiensi, sekaligus memberi kepastian harga di tengah permintaan yang meningkat. Dengan strategi ini, industri dapat mengantisipasi fluktuasi pasar global dan mengoptimalkan penjualan, termasuk potensi ekspor.
Bagi konsumen domestik, dampak kenaikan harga relatif minimal. Penyesuaian BK dan PE telah diperhitungkan untuk menjaga harga minyak goreng tetap terjangkau, sekaligus mendukung ketersediaan bahan baku bagi sektor pangan dan energi.
Kebijakan ini menekankan keseimbangan antara kepentingan produsen dan perlindungan konsumen, sehingga sektor hilir tetap stabil dan berkelanjutan.
Selain itu, rencana implementasi B50 memperkuat strategi energi hijau nasional. Dengan adanya permintaan CPO untuk biodiesel, industri lokal mendapat peluang untuk meningkatkan produksi sambil mengurangi ketergantungan pada impor minyak nabati.
Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah mendorong energi terbarukan dan menurunkan emisi karbon.
Prospek dan Strategi Kedepan
Ke depan, pemerintah akan terus memantau harga CPO dan kinerja industri, termasuk penyesuaian HR bila terjadi perubahan pasar signifikan. Kebijakan BK dan PE akan diterapkan secara fleksibel agar tidak menimbulkan tekanan bagi produsen maupun konsumen.
Program B50 diharapkan menjadi katalis pertumbuhan industri CPO nasional dan mendorong penggunaan energi terbarukan secara masif.
Pemerintah juga mengajak pelaku industri untuk berkolaborasi meningkatkan produktivitas dan inovasi, baik pada sektor hilir maupun hilir biodiesel. Upaya ini sekaligus memacu investasi dan pengembangan teknologi pengolahan CPO yang lebih efisien.
Dengan strategi ini, industri dapat menghadapi volatilitas pasar global, sambil mendukung target energi bersih nasional.
Secara keseluruhan, kenaikan HR CPO yang tipis menunjukkan respons pemerintah yang terukur terhadap dinamika pasar, sambil memanfaatkan rencana penerapan B50 untuk mendorong pertumbuhan industri dan penggunaan energi terbarukan.
Langkah ini diharapkan memberi manfaat bagi produsen, konsumen, dan pembangunan energi hijau di Indonesia.