JAKARTA - Dorongan menuju transportasi berkelanjutan semakin kuat seiring meningkatnya kebutuhan mobilitas masyarakat perkotaan yang efisien dan terjangkau.
Salah satu langkah inovatif yang tengah dibahas adalah penyediaan layanan penyewaan sepeda dan sepeda motor listrik di area transit transportasi umum, seperti stasiun dan halte.
Program ini diharapkan menjadi solusi bagi perjalanan jarak pendek atau yang dikenal sebagai "last mile", yakni perjalanan dari titik transportasi umum ke tempat tujuan akhir.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menyebutkan bahwa langkah ini bisa menghemat biaya transportasi masyarakat secara signifikan.
“Ongkos bisa 80 persen terpangkas. Bayangkan sepeda listrik 1 kWh bisa sekitar 60 km. Kalau sepeda motor listrik 1 kWh itu bisa 30–35 km,” katanya. Menurutnya, konsep ini tidak hanya mengurangi pengeluaran pengguna transportasi, tetapi juga mendukung pengurangan emisi dari kendaraan berbahan bakar fosil.
Ia menambahkan, dengan asumsi tarif listrik sebesar Rp1.699 per kilowatt hour (kWh), dibutuhkan sekitar Rp3.000 untuk menempuh jarak 50 km menggunakan sepeda motor listrik.
Artinya, biaya perjalanan tetap hemat meskipun tarif transportasi publik seperti Transjakarta mengalami kenaikan. Dengan adanya sarana penyewaan kendaraan listrik, warga dapat tetap menikmati perjalanan efisien tanpa harus bergantung pada ojek daring yang lebih mahal.
Keadilan Akses dan Efisiensi dalam Mobilitas Publik
Bagi Ahmad Safrudin, ketersediaan transportasi ramah lingkungan seperti sepeda listrik bukan sekadar soal teknologi, melainkan juga persoalan keadilan bagi pengguna transportasi umum.
Ia menilai adanya kesenjangan harga antara transportasi publik dan layanan ojek daring sebagai bentuk ketidakadilan yang perlu diatasi dengan solusi inovatif. “Sekarang (tarif Transjakarta) Rp3.500, tapi ojolnya Rp15.000 sekali jalan. Ini kan tidak adil,” ujarnya menegaskan.
Dengan tersedianya sepeda listrik untuk jarak pendek, masyarakat memiliki pilihan perjalanan yang lebih murah dan efisien. Konsep ini dapat membantu warga berpindah dari halte atau stasiun ke tempat tujuan tanpa menambah beban biaya yang besar.
Selain itu, penggunaan kendaraan listrik juga sejalan dengan komitmen global dalam pengurangan polusi udara dan emisi karbon, dua isu utama yang menjadi tantangan kota besar seperti Jakarta.
Upaya ini diharapkan dapat memperkuat sistem transportasi berkelanjutan dengan menghadirkan keseimbangan antara efisiensi, kenyamanan, dan aksesibilitas.
Masyarakat akan diuntungkan melalui biaya perjalanan yang lebih rendah, sementara kota dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan polusi udara yang dihasilkan.
Sinergi KPBB dan KAI untuk Integrasi Transportasi Hijau
Langkah konkret menuju transportasi berkelanjutan dilakukan melalui kerja sama antara Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Keduanya tengah membahas rencana penyediaan sepeda dan sepeda motor listrik di stasiun bagi para penumpang Commuter Line dan Transjakarta.
Program ini diharapkan menjadi bagian penting dalam membangun sistem transportasi terpadu dan ramah lingkungan.
“Yang last mile kami masih bahas dengan KAI untuk menyediakan sepeda listrik dan sepeda motor listrik, dengan sistem penyewaan bagi penumpang. KAI ingin kami sewa lahannya,” tutur Safrudin. Kolaborasi ini menandai bentuk sinergi lintas lembaga dalam menciptakan infrastruktur mobilitas perkotaan yang lebih hijau dan efisien.
Rencana awalnya, proyek percontohan akan dimulai di Jakarta. Jika implementasinya berjalan lancar, program tersebut berpotensi diperluas ke wilayah sekitar seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi. Uji coba di ibu kota diharapkan dapat menjadi model penerapan sistem transportasi listrik terintegrasi yang bisa diterapkan di kota-kota lain di Indonesia.
Pemprov DKI Siapkan Kebijakan Transportasi yang Inklusif
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mengkaji wacana kenaikan tarif Transjakarta. Kajian ini dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai kalangan, terutama masyarakat pengguna transportasi umum.
Pemerintah daerah menegaskan bahwa meski kemungkinan kenaikan tarif ada, kelompok masyarakat tertentu akan tetap menikmati layanan gratis.
Pemprov DKI memastikan ada 15 golongan masyarakat yang tetap dibebaskan dari biaya perjalanan, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI dan Polri, pelajar, penyandang disabilitas, serta warga lanjut usia.
Kebijakan ini diambil untuk menjaga pemerataan akses transportasi publik agar tetap terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Selain tarif, Pemprov DKI juga berkomitmen meningkatkan kualitas pelayanan Transjakarta. Perbaikan armada dilakukan secara bertahap guna memastikan kenyamanan dan keamanan penumpang.
Langkah ini sejalan dengan misi pemerintah daerah dalam memperluas penggunaan transportasi umum sekaligus menekan angka kemacetan dan emisi karbon di Jakarta.
Dengan dukungan kebijakan pemerintah, kerja sama antar lembaga, serta partisipasi masyarakat, sistem transportasi di Jakarta diharapkan semakin bertransformasi menjadi lebih efisien, inklusif, dan ramah lingkungan.
Inisiatif seperti penyewaan sepeda listrik di titik transit menjadi bagian penting dari upaya besar untuk mewujudkan mobilitas berkelanjutan di kota metropolitan.
Transformasi ini tidak hanya menekan beban ekonomi masyarakat, tetapi juga menghadirkan solusi konkret terhadap tantangan lingkungan dan urbanisasi.
Jika berbagai rencana tersebut berhasil diterapkan, Jakarta dapat menjadi contoh bagi kota lain dalam membangun sistem transportasi publik modern yang berpihak pada rakyat sekaligus peduli terhadap masa depan bumi.